Khalilur R Abdullah Sahlawiy bersama LBH GKS Basra saat memberikan keterangan pers di Rumah Makan Malika (Heru/JBN Indonesia) |
Dalam
keterangan pers-nya, H. Lilur panggilan akrab Khalilur R Abdullah Sahlawiy mengatakan,
apabila para petambang tidak memiliki Kepala Teknik Tambang (KTT) dan tidak
melaporkan dokumen Rencana Kerja dan Anggaran Biaya, maka tambang tersebut bisa
dikatakan illegal dan bisa merusak lingkungan hidup.
Lebih
lanjut, pria asal Desa Sokaan ini menegaskan, bahwa selain para pengusaha pertambangan
memiliki Tahap Operasi Produksi, Kontrak Karya Operasi Produksi, IUP Operasi
Produksi, dan IUPK Opersi Produksi para petambang juga harus menyampaikan
dokumen Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) serta memiliki Kepala Teknik
Tambang (KTT) dalam usaha pertambangannya.
“Apabila
tidak bisa melaporkan RKAB, berdasarkan Surat yang dikeluarkan Kementerian
Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Direktorat Jenderal Mineral
dan Batu Bara Nomor B-571/MB.05/DJB.B/2022 tertanggal 5 Februari 2022, maka ada
sanksi Penghentian Sementara Kegiatan Usaha Pertambangan tersebut,” jelas H.
Lilur dihadapan wartawan saat memberikan keterangan pers di Rumah Makan Malika
Situbondo.
Tak
hanya itu yang disampaikan Putra asli Desa Sokaan ini. Akan tetapi, H Lilur
juga secara tegas mengutuk para pengusaha pertambangan di Kabupaten Situbondo yang
tidak melaporkan dokumen RKAB dan tidak punya Kepala Teknik Tambang dalam usaha
pertambangannya. “Jika para pengusaha pertambangan tidak memilik Kepala Teknik
Tambang yang akan terjadi kerusakan lingkungan hidup,” tegasnya.
Oleh
karena itu, H Lilur bersama LBH GKS Basra melakukan pengaduan adanya tindak pidana
pengerusakan lingkungan hidup ke Kapolres Situbondo cq Kasat Reskrim Polres
Situbondo yang dilakukan para penambang illegal dan melaporkan Bupati Situbondo
ke Kasi Pidsus Kejari Situbondo tentang dugaan korupsi terhadap asli mendapatan
daerah.
“Kenapa kami
melaporkan Bupati Situbondo ke Kasi Pidsus Kejari Situbondo? Karena Bupati
Situbondo membiarkan dugaan tambang liar beroperasi di Kabupaten Situbondo dan
menghilangkan dugaan pendapatan asli daerah dari pajak pertambangan serta menjadikan
pembangunan di Kabupaten Situbondo menggunakan hasil dari dugaan tambang liar,”
jelas H Lilur dihapan sejumlah wartawan.
Pemilik
PT Trisula Matahari Bumi ini menerangkan, bahwa pihaknya sangat memahami
tentang usaha pertambangan. Sebab, dia memiliki ribuan usaha pertambangan yang
tersebesar di Pulau Jawa, Lampung, Sulawesi, Kalimantan termasuk di Kabupaten
Situbondo.
“Kalau
bicara persoalan mekanisme pertambangan yang benar dan tidak merusak lingkungan
hidup, bagi saya hal yang paling mudah. Karena saya pelaku usaha pertambangan.
Saya tidak rela kalau bumi Situbondo ditambang tanpa mekanisme yang benar,” tegas
H Lilur.
Untuk
itu, imbuh H. Lilur, pihaknya akan melakukan perlawanan kepada para pengusaha
tambang yang merusak lingkungan di Kabupaten Situbondo dengan cara mengadukan
dan melaporkan para pengusaha pertambangan yang merusak lingkungan ke pihak
yang berwajib.
“Kami
bersama LBH GKS Basra akan terus bergerak melakukan perlawanan terhadap para
pengusaha pertambangan yang tidak mengikuti mekanisme pertambangan secara
benar. Jika hal ini dibiarkan begitu saja, maka kerusakan lingkungan hidup di
Kabupaten Situbondo akan semakin parah,” pungkas H. Lilur. (Heru/JBN)
Hak Jawab dan Hak Koreksi melalui email: jbnredaksi@gmail.com
- Pihak yang merasa dirugikan atas pemberitaan ini dapat mengajukan sanggahan/hak jawab.
- Masyarakat pembaca dapat mengajukan koreksi terhadap pemberitaan yang keliru.
Follow Instagram @jbnindonesia dan Fanspage JBN Indonesia