dr. Nikke Indriasari, SpM |
Literasi
Keuangan dan
Masalah Asuransi di
Indonesia
dr. Nikke Indriasari,SpM
Mahasiswa Pasca Sarjana Hukum Kesehatan FH
Universitas Hang Tuah Surabaya
Direktur PT. Karsa Medika Prima
Issue
dan istilah tentang Literasi Keuangan mungkin masih relatif baru bagi banyak
kalangan di Indonesia. Padahal, manfaatnya sangatlah penting sebagai dasar dan
pertimbangan dalam hal pengelolaan keuangan. Literasi keuangan sendiri pada
dasarnya merupakan keterampilan yang dibutuhkan oleh seseorang terutama saat
harus membuat pilihan dan keputusan penting berkaitan dengan uang yang
dimilikinya.
Beberapa
hal penting dalam konteks literasi keuangan adalah pemahaman terhadap
perbankan, investasi, managemen keuangan pribadi, penganggaran keuangan pribadi
dan penerapannya dalam kehidupan sehari hari. Dalam penerapannya, hendaknya
dapat merepresentasikan pada konteks penting literasi dimaksud, manfaatnya
adalah adanya keputusan cerdas dalam menggelola keuangan sehingga stabilitas
keuangan pribadi dan keluarga dapat terakomodasi dengan baik.
Financial Health Index 2020 menyebutkan skor literasi keuangan Indonesia
2020 adalah 67%, sedikit lebih baik dari tahun lalu yang sebesar 66%. Indonesia
ternyata hanya lebih baik dari Vietnam yang skornya sebesar 64%. Skor literasi
tertinggi dipegang oleh Singapura dengan 79%, naik dari tahun lalu yang sebesar
78%. Posisi kedua diisi Hong Kong dengan skor 72%, sama dengan tahun lalu. Kemudian,
Filipina dengan 71% dan Thailand dengan 68%.
Mengerucut pada keputusan memilih asuransi
kesehatan, pendidikan, sebagai investasi masa depan, tak bisa dipungkiri bahwa
masalah asuransi di Indonesia punya banyak masalah sehingga banyak sekali masyarakat
yang dirugikan. Menurut Deputi Komisioner Pengawas Industri Keuangan Non
Bank (IKNB) II OJK Moch Ihsanuddin mengatakan, “bahwa industri asuransi
masih menghadapi sejumlah tantangan, seperti kecilnya penetrasi dan densitas,
hingga terjadinya gagal bayar di sejumlah perusahaan. Tercatat tiga tahun
terakhir, kasus PT Asuransi Jiwasraya (Persero), Asuransi Jiwa Bersama (AJB)
Bumiputera 1912, dan PT Asuransi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
(Persero) atau Asabri menjadi sorotan karena kondisi keuangan yang merosot dan
gagal bayar klaim”.
Harapan akhirnya, masyarakat berharap negara hadir untuk dapat melindungi rakyat akan bahaya dan masalah asuransi di Indonesia. Berbagai instrumen hukum yang dibuat untuk memberikan perlindungan terhadap konsumen khususnya konsumen jasa asuransi antara lain dibentuknya BMAI (Badan Mediasi dan Arbitrase Asuransi Indonesia), OJK (Otoritas Jasa Keuangan), begitupun yang terakomodasi dalam UU Perlindungan Konsumen yang didalamnya terdapat BPKN (Badan Perlindungan Konsumen Nasional), LPKS (Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat, dan BPSK (Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen), perangkat – perangkat yang sudah ada, masih dipandang belum mampu secara perkasa melindungi masyarakat dari jebakan batman (kondisi-kondisi konyol yang tidak terduga) asuransi yang beredar di Indonesia. (*)
Hak Jawab dan Hak Koreksi melalui email: jbnredaksi@gmail.com
- Pihak yang merasa dirugikan atas pemberitaan ini dapat mengajukan sanggahan/hak jawab.
- Masyarakat pembaca dapat mengajukan koreksi terhadap pemberitaan yang keliru.
Follow Instagram @jbnindonesia dan Fanspage JBN Indonesia