LAMPUNG, JBN Indonesia - Saat ini masih banyak orang yang belum memiliki kesadaran atau mengetahui pentingnya informasi bahaya membuang minyak bekas atau sisa menggoreng makanan yang dikenal dengan minyak jelantah yang saat ini masih diperlakukan dengan asalan dan sembarangan di tengah masyarakat.
Berkaitan dengan hal ini, Ketua Peneliti Matching Fund 2022 Recca Ayu Hapsari,SH.MH telah melakukan penelitian dengan judul Penguatan Instrumentarium Yuridis Bagi Sistem Pelestarian Lingkungan Hidup Pada Penanganan Limbah Melalui Optimalisasi Aplikasi Jelantrade Guna Mendorong Kesadaran Masyarakat bermitra dengan PT . Manuppak Abadi.
Langkah-langkah capaian serta keluaran hasil penelitiannya untuk disosialisasikan kepada masyarakat sebagai upaya dalam memberikan informasi kepada masyarakat dan menekankan kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh minyak jelantah.
“Tujuan dari kegiatan ini adalah bentuk dari Pengabdian kepada Masyarakat sebagai bagian dari Tridarma Perguruan Tinggi. Sekaligus dalam rangkaian riset dari program Matching Fund, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kemendikbudristek RI oleh para peneliti Universitas Bandar Lampung yang berkolaborasi dengan dunia industri” jelas Recca Ayu hapsari disela-sela Seminar Kajian Kebijakan dalam meningkatkan kesadara masyarakat pada penanganan minyak jelantah berbasis Sustainable Development Goal, di Kampus UBL, Jumat 07/10/2020.
Lebih lanjut Recca Hapsari yang juga sebagai Ketua Program Studi (Kaprodi) Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Bandar Lampung (FH UBL) menjelaskan bahwa rangkaian kegiatan seminar hari ini menindaklanjuti sosialisasi sebelumnya kepada masyarakat dengan tema “Urgensi Dampak Limbah Minyak Jelantah bagi Masyarakat Desa Bumisari, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan”, yang telah dilaksanakan pada tanggal 23 Agustus 2022 bertempat di Balai Desa Bumisari, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan dan Seminar Nasional dengan tema Pengelolaan Limbah dan Pelestarian Lingkungan Hidup di Auditorium Pascasarja UBL Tanggal 22 September 2022.
“Sosialisisi bersama stakeholder sudah dilakukan pada 23 Agustus 2022 dan 22 September 2022 yang lalu, tetapi dalam rangka terus membangun kesadaran masyarakat berkaitan dengan penanganan minyak jelantah ini perlu dilakukan terus menerus dan kegiatan hari ini merupakan satu rangkaian dengan kegiatan sebelumnya” jelas Alumni Magister FH Universutas Gajah Mada ini.
Disinggung betapa bahaya minyak jelantah ini jika tidak diperlakukan dengan baik, Recca menjelaskan bahwa umumnya oleh masyarakat pengguna minyak goreng, minyak jelantah biasanya dibuang ke saluran dekat rumah, tempat sampah atau ke tanah, padahal minyak yang terserap ke dalam tanah dapat menggumpal dan menutup pori-pori tanah sehingga tekstur tanah akan menjadi lebih keras.
“Kaitan dampak yang terjadi dengan minyak jelantah saat dibuat langsung ke saluran air. Minyak jelantah sangat merugikan dan berdampak pada pencemaran lingkungan, selain itu juga bisa menyebabkan saluran tersumbat, karena minyak jelantah berubah menjadi gumpalan lemak pada saluran air sekitar. Saat musim penghujan datang, tanah tidak bisa menyerap air dengan baik sehingga berpotensi menimbulkan banjir”, papar Recca.
Lebih lanjut Recca menjelaskan bahwa hal serupa juga terjadi apabila minyak jelantah tersebut dibuang ke saluran air, lalu mengalir ke sungai lalu laut. Limbah minyak juga mempengaruhi kegiatan manusia ataupun ekosistem pada makhluk laut.
“ Minyak jelantah ini termasuk limbah bahan berbahaya dan beracun (B3), sehingga penting bagi masyarakat untuk diinformasi apa bahayanya minyak jelantah bagi lingkungan, dapat dibayangkan ketika air bersih tercemar 1 liter minyak jelantah, maka dapat saja mencemari 1 juta liter air, hal ini sangat membahayakan” tambah Recca
Masih menurut Recca, perilaku masyarakat yang abai dalam memperlakukan minyak jelantah pasca digunakan akan dapat membahayakan keberlangsungan ekosistem lingkungan dan kehidupan masyarakat. Minyak jelantah mengandung senyawa-senyawa bersifat karsinogenik (zat yang menyebabkan penyakit kanker), yang terjadi selama proses penggorengan.
“Jika masyarakat abai dan asal membuang sembarangan minyak jelantah dalam botol misalnya atau didalam kantong plastik/botol atau diberikan pada orang yang tidak dikenal dan berkomptensi dalam mengolah minyak jelantah, maka akan terjadi mafia jelantah, yang mana mereka dapat saja merubah minyak jelantah dengan proses yang cukup berbahaya dengan menjadikannya minyak curah yang kemudian dijual di pasaran lalu dibeli oleh masyarakat dan ini dapat jadi sumber malapetaka”. jelas Recca.
Dengan demikian jelas bahwa pemakaian minyak jelantah yang berkelanjutan dapat merusak kesehatan manusia, menimbulkan penyakit kanker dan sekaligus mencemari lingkungan hidup. Untuk itu perlu penanganan yang tepat agar limbah minyak jelantah ini dapat bermanfaat dan tidak menimbulkan kerugian dari aspek kesehatan manusia dan lingkungan hidup.
“Untuk membangun Kesadaran Masyarakat dan menekan kerusakan lingkungan hidup dari sektor abainya penanganan minyak jelantah, ada beberapa hal yang perlu dilakukan diantaranya bagaimana masyarakat dapat menyadari bahwa limbah berbahaya ini dikumpulkan, kemudian ada pihak perusahaan atau pihak ketiga yang melakukan pembelian kepada masyarakat untuk diolah kembali secara legal, hal inilah yang menyebabkan kegiatan ini akan berlangsung cukup lama, semoga pada akhirnya nanti akan tumbuh kesadaran masyarakat perlunya solusi dalam menangani minyak jelantah ini yang tidak lagi mengancam lingkungan dan kesehatan serta bernilai ekonomis bagi masyarakat” pungkas Recca. (*/DS)
Hak Jawab dan Hak Koreksi melalui email: jbnredaksi@gmail.com
- Pihak yang merasa dirugikan atas pemberitaan ini dapat mengajukan sanggahan/hak jawab.
- Masyarakat pembaca dapat mengajukan koreksi terhadap pemberitaan yang keliru.
Follow Instagram @jbnindonesia dan Fanspage JBN Indonesia