VIETNAM, JBN Indonesia - Dari perbatasan Vietnam-China, seorang pengusaha nasional, HRM. Khalilur R. Abdullah Sahlawy yang baru saja mendapat anugrah dari Keraton Surakarta Hadiningrat (Keraton Solo) dengan gelar Kanjeng Pangeran Edo Yudha Negara, menyuarakan kemarahan sekaligus ambisinya. Baginya, kebijakan ekspor baby lobster yang diberlakukan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) adalah bentuk penghinaan bagi Indonesia.
"Vietnam jadi raja ekspor lobster dunia, sementara Indonesia hanya jadi penonton, Ini bukan sekadar kebijakan, ini pengkhianatan," tegas Kanjeng Pangeran Edo Yudha Negara. Sabtu (01/02/2025).
Menurutnya, kebijakan tersebut justru memperkaya Vietnam, yang mengembangkan industri lobster dengan bibit dari Indonesia, sementara regulasi budidaya di dalam negeri hanya sekadar ilusi. Ia bahkan menuding bahwa aturan budidaya dibuat semata-mata untuk melegitimasi ekspor ke Vietnam, yang diduga dikuasai kroni Menteri KKP. Edo tak hanya meminta reshuffle, tapi juga mendesak agar sang menteri KKP segera dipenjara.
Dari amarah ini lahir E-BARA (Ekspedisi Barong Nusantara), sebuah gerakan untuk mengembalikan kejayaan Indonesia dalam industri budidaya perikanan. Tak sekadar protes, E-BARA melahirkan LOKETARU, sebuah ekosistem bisnis perikanan budidaya yang mencakup Lobster, Kerapu, Teripang, Rumput Laut, dan Anggur Laut.
Jaringan LOKETARU kini telah berkembang ke lima negara, yakni Indonesia, Vietnam, China, Hong Kong dan Singapore.
Dua grup besar, BALAD (Bandar Laut Dunia Grup) dan RASADA (Raja Samudera Dunia Grup), telah mengembangkan 58 anak perusahaan yang berfokus pada budidaya lobster. Perluasan ini membuka peluang ekspansi perikanan budidaya ke China, Hong Kong, dan Singapura serta tiga negara besar yang kini menjadi pasar utama.
Tak puas dengan capaian saat ini, Edo Yudha Negara kini menyiapkan langkah besar berikutnya: E-PERBAYA Nusantara (Ekspedisi Perikanan Budidaya Nusantara). Ambisinya adalah membawa LOKETARU ke 567 teluk di seluruh Indonesia, menjadikan Indonesia pusat budidaya perikanan terbesar di dunia.
"Indonesia harus jadi jawara perikanan budidaya dunia. Kita tidak boleh terus-menerus tertinggal dari Vietnam dan China," ujarnya penuh semangat.
Namun, perjuangan Edo Yudha Negara tak hanya berhenti di sektor perikanan. Ia juga merambah industri tambang melalui E-JAPA (Ekspedisi Jawa Dwipa), dengan target menguasai lebih dari 1.000 tambang di Jawa dan Lampung. Tak hanya itu, ia meluncurkan E-BAGI (Ekspedisi Beli Usaha Energi), strategi besar untuk menguasai sektor energi seperti batubara, nikel, pasir besi, dan bijih besi.
Kanjeng Pangeran Edo Yudha Negara mengecam kebijakan moratorium tambang yang diterapkan sejak 2020, serta menyoroti kebijakan pemerintah yang justru memberikan konsesi pasir laut kepada mantan narapidana korupsi.
"Dari perbatasan Vietnam-China, saya menyaksikan sendiri bagaimana Indonesia tertinggal akibat kebijakan yang lebih menguntungkan asing. Menteri KKP hanya menipu rakyatnya sendiri," cetus Edo dengan nada geram.
Dengan semangat pantang menyerah, Ia bersumpah membawa Indonesia menjadi pemimpin global dalam industri perikanan budidaya.
"Bismillah, saya yakin kita bisa mengalahkan Vietnam dan bahkan China," pungkasnya.
Hak Jawab dan Hak Koreksi melalui email: jbnredaksi@gmail.com
- Pihak yang merasa dirugikan atas pemberitaan ini dapat mengajukan sanggahan/hak jawab.
- Masyarakat pembaca dapat mengajukan koreksi terhadap pemberitaan yang keliru.
Follow Instagram @jbnindonesia dan Fanspage JBN Indonesia